Tuesday, January 29, 2008

Gambaran Program Perbaikan Gizi, Air Bersih dan Lingkungan Hidup Sehat Ciliwung Merdeka di Perkampungan Warga RT 05,06, 07,08 RW 12 Bukit Duri, Tebet

ditulis oleh :
I. Sandyawan Sumardi
November 2007


LATAR BELAKANG
Ciliwung Merdeka (CM) resmi didirikan pada tanggal 13 Agustus 2000. CM adalah sebuah wahana gerakan kemanusiaan yang diselenggarakan oleh Komunitas Kerja yang terdiri dari anak, remaja dan warga Bukit Duri, bantaran Sungai Ciliwung (RT 04, 05, 06, 07, 08 RW 12, Kel. Bukit Duri) bersama para pendamping Jaringan Kerja Kemanusiaan CM. CM diselenggarakan untuk menghadapi tantangan utama kehidupan anak, remaja dan warga Bukit Duri, yaitu hambatan, kepungan dan ketidakadilan struktural-vertikal dalam bidang sosial-ekonomi-politik-budaya, dalam wujud proses pembodohan, pemiskinan dan ketidakpastian hidup dibidang pendidikan, pekerjaan dan lingkungan hidup, yang mereka hadapi setiap hari di setiap lini kehidupan.

Data Warga. Perkampungan penduduk di wilayah RT 06, 07, dan 08 RW 12 Bukit Duri berada di "ruang sisa" diantara Sungai Ciliwung dan bengkel kereta api (Dipo) Bukit Duri - Tebet dan dihuni oleh sekitar 232 KK dengan total 759 jiwa. Pada salah satu wilayahnya, yaitu RT 06 RW 12, Sanggar Ciliwung Merdeka (CM) hadir. CM hadir sebagai sebuah wahana gerakan kemanusiaan diantara warga RT 06 yang berjumlah 50 KK atau 179 jiwa, diantaranya terdapat 15 balita dan 55 orang anak dan remaja.


Sekedar mencatat pengalaman dalam peristiwa banjir Jakarta Januari-Februari 2007, Posko Ciliwung Merdeka melayani warga masyarakat korban banjir di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, Kelurahan Bukit Duri, terutama untuk warga RT 04 (135KK), RT 05 (117KK), RT 06 (50KK), RT 07 (76KK), RT 08 (86KK), RT 09 (68KK), RT 10 (61KK), RT 11 (37KK) dan RT 12 (87KK) di RW 12, dengan jumlah seluruh warga diperkirakan sekitar 2500 orang, mengisi deretan wilayah permukiman warga pinggiran dengan tingkat urbanitas yang sangat cair. Lingkungan kehidupan manusia yang samasekali tidak dibangun berdasarkan manajemen tata ruang kota dan peraturan kota yang jelas. "Politik pembiaran" dari pihak negara yang mengijinkan anak-anak, ibu dan para warga terus bertahan hidup di lingkungan serba tersingkir dalam kubangan air, lumpur, sampah, penyakit dan kemiskinan. Sementara sistem kehidupan yang melingkupi mereka, tanpa mereka sadari secara sistematis juga terus merenggangkan kenyataan hidup mereka dari hampir segala aspek hak-hak asasi mereka. Harga diri, harkat hidup adalah "ruang sisa" yang masih mereka miliki saat ini.


Rumah-rumah papan dan bambu warga Bukit Duri bantaran kali ini pada umumnya berukuran antara 2x3 sampai 3x5 meter untuk dihuni sampai 2-3 keluarga. Rumah-rumah dan lingkungan tempat tinggal warga ini sebagian besar rusak berat diterjang banjir dengan arus deras yang mencapai ketinggian sampai diatas genteng (tenggelam, artinya ketinggian air mencapai 7-8 meter dari permukaan sungai). Bahkan 16 rumah diantara RT 04, 05, 06, 07, 08 dan sekitar 18 rumah di Kampung Pulo- menurut hitungan selintasku waktu itu- di seberang Sanggar CM itu hancur dan hanyut digulung banjir. Jelas warga pada umumnya bukan hanya mengalami kehancuran rumah tempat tinggal, tapi juga kehancuran/kehilangan pekerjaan. Karena jenis pekerjaan mereka pada umumnya adalah sektor informal: warung makanan seadanya, dagang barang-barang kelontong, dagang garmen sisa pabrik atau baju bekas, bengkel motor, reparasi elektronik dan kulkas, pemotongan ayam, pembuat sapu, pembuat kasur dan bantal, penjual minyak, pemulung air, dlsb, yang diselenggarakan di rumah-rumah mereka sendiri. Akibat banjir rumah hancur, pekerjaan pun hancur.

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Kampung Bukit Duri RT 06-07-08 RW12 secara umum masih rendah. Hal ini terlihat pada indikator pengeluaran yang sebagian besar masih tertuju pada pangan. Tingkat kesejahteraan juga terlihat relatif rendah pada indikator lain, yaitu kondisi rumah. Hampir separuh dari penduduk dewasa di perkampungan ini tidak bekerja atau menganggur. Sebagian besar pengangguran ini adalah ibu rumah tangga yang kadang-kadang juga melakukan usaha ekonomi, jadi tidak betul-betul menganggur. Seperti berdagang kecil-kecilan dengan membuka warung makanan atau minuman ringan dengan target pasar anak-anak di rumahnya, menerima pesanan pembuatan makanan (tidak setiap hari), menjual pakaian dengan cara kredit, menjadi buruh cuci dan seterika atau membantu usaha suaminya, baik itu di rumah-rumah maupun di pasar. Mereka tidak menyebut ini sebagai pekerjaan, karena tidak dilakukan setiap hari atau karena tidak memegang peran utama dalam melakukan usaha bersama suami. Sedangkan kepala keluarga yang menganggur juga bukan betul-betul menganggur, melainkan mereka yang kerjanya serabutan dan tidak setiap hari mendapat order. Pengangguran lainnya adalah orang-orang yang sudah tua usia dan hidupnya ditanggung oleh anak-anaknya yang sudah bekerja, baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga. Warga yang bekerja, sebagian besar bekerja di sektor informal.



Tingkat kepadatan penghuni rumah cukup tinggi. Hal ini juga berpengaruh besar terhadap kesehatan mereka, terutama kaum balita. Penyakit yang banyak berjangkit adalah penyakit kulit, ISPA serta kekurangan gizi. Pelayanan kesehatan sejak tahun 2000 telah dilakukan oleh Ciliwung Merdeka baik berupa pelayaan kesehatan massal (meliputi pemeriksaan medis umum dan gigi) setiap 2 bulan maupun pelayanan kesehatan mingguan (setiap hari Senin pagi). Dalam 2 tahun terakhir, CM juga menyelenggarakan pengobatan alternatif, yaitu akupunktur, sekaligus mengadakan kursus akupunkturis bagi warga pada setiap hari Rabu dan Sabtu sore. Sedangkan untuk meningkatkan gizi anak, CM bekerjasama dengan ibu-ibu dan remaja putri melakukan kegiatan pengadaan makanan tambahan dan pemberian vitamin untuk balita setiap hari Selasa dan Jumat sore. Kegiatan ini terbagi dalam 3 pos dengan jumlah balita terlayani sebanyak 62 anak di Pos I, 47 anak di Pos II dan 55 anak di Pos III.



Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial yang tersedia di wilayah sekitar RT 06, 07 dan 08 RW 12 Bukit Duri antara lain 1 unit mushala, 6 MCK, 1 Posyandu dan 3 Sekretariat RT (hanya 2 yang digunakan). Sebagian sarana ini dibangun secara bergotong-royong oleh warga dan sebagian lagi mendapat bantuan dari donatur melalui CM. Dengan terbatasnya lahan milik umum yang bisa dimanfaatkan bersama, dengan sendirinya jalan (gang) yang membelah perkampunganini menjadi ruang bersama, termasuk ruang bermain dan pertemuan-pertemuan formal maupun informal warga. Keakraban antar warga sangat kental terlihat. Misalnya, sejumlah warga yang harus bergantian menunggu giliran menggunakan MCK, bercakap-cakap di jalanan tersebut. Mereka juga tidak canggung berjalan hilir mudik sambil membawa peralatan mandi, pakaian kotor untuk dicuci, atau memasak di pinggir jalan layaknya di sebuah rumah. Mereka seperti sebuah keluarga besar dalam rumah bersama yang besar. Kebersamaan mereka juga nampak jelas, saling membantu satu sama lain ketika ada yang membutuhkan bantuan atau saat bersama-sama menghadapi banjir yang setiap tahun datang. mereka juga tidak hanya peduli terhadap tetangga sekitar, meskipun mereka menjadi korban banjir dan stigma buruk, rasa kepedulian terhadap sesama juga mereka ungkapkan dengan membantu warga di daerah lain yang menjadi korban bencana alam maupun korban konflik dengan menjadi relawan yang mengumpulkan dan mendistribusikan bahan bantuan kepada para korban. Sikap inilah yang menjadi titik tolak pengorganisasian dan pembangunan Kampung Bukit Duri untuk menjadi lebih baik.



Masalah Kekurangan Gizi. Kasus kekurangan gizi atau bahkan kasus busung lapar yang diderita anak-anak di NTB, NTT dan provinsi lain bukanlah kasus baru. Kalau kita mau membuka kembali lembar berita media cetak nasional kurun waktu tahun 1998-1999 akan ditemukan fakta bahwa sejak krisis melanda negeri ini tahun 1997, gizi buruk, busung lapar dan kematian anak balita akibat busung lapar sudah menjadi berita.


Sebagai gambaran, pada tahun 1998 tercatat 1.201.450 anak Indonesia usia 0-4 tahun yang terancam kurang gizi. Tahun 1999 masalah kurang gizi menjadi ancaman serius dengan meningkatnya jumlah balita penderita, dari 1.201.450 menjadi 4.000.000 anak. Bahkan anak balita yang meninggal akibat gizi buruk meningkat 50%, dari 59 anak balita menjadi 101 anak hanya dalam waktu sepekan (17 s.d 24 Mei 1999). Diperkirakan jumlah balita yang terancam kurang gizi terus meningkat, mengingat ada 5-6 juta bayi lahir di Indonesia dan dari jumlah tersebut 75-85% berasal dari keluarga miskin.


Jangankan di daerah miskin seperti NTB dan NTT, di Jakarta saja pada tahun 1999 ditemukan 12.130 anak balita kurang gizi dan 1.319 anak balita penderita busung lapar. Di Sumatera Barat, pada tahun yang sama, korban busung lapar dankurang gizi melonjak 300% dari tahun sebelumnya. Semula 2.825 orang, meningkat menjadi 8.598 anak balita dan 33 diantaranya meninggal. Di Jawa Barat, tahun 1999 ada 7.726 anak balita yang menderita busung lapar. Di Jawa Timur, terdapat 244.000 anak balita menderita gizi buruk dan 400 busung lapar. Di Lampung, 15 anak balita terkena busung lapar. Di Kalimantan Selatan, 146 anak balita menderita busung lapar dan 2.546 anak dirawat di rumah sakit akibat gizi buruk. Kasus yang sama ditemukan di daerah-daerah lain. Angka kasus busung lapar yang dilansir media dapat digambarkan seperti gunung es dengan rasio 1:10. Jika hanya satu anak yang dilaporkan meninggal, sebenarnya ada 10 anak dengan kondisi yang sama.


Yang patut disimak, pada awal krisis, berita tentang ancaman gizi buruk, busung lapar dan mati akibat busung lapar tidak pernah menjadi headline media cetak. Berita-berita itu selalu terselip diantara berita lain. Padahal angka kematian anak balita penderita busung lapar di awal krisis jauh lebih tinggi dari yang diberitakan media massa.



Ada tiga penyebab busung lapar. Pertama, karena masalah ekonomi, yakni orangtua benar-benar miskin dan sedang mengalami paceklik sehingga tak bisa memberi makanan bagi anaknya. Kedua, orangtuanya bisa memberi makan, tetapi tidak mengerti bagaimana cara memberi makan dengan benar seingga asupan gizinya kurang. Ketiga, anak ternyata menderita sakit yang tak kunjung sembuh sehingga susah makan.

Cara paling tepat menghadapi tragedi tanggap darurat ini adalah dengan mengupayakan peningkatan "surveillance" atau pengawasan, pemberian makanan tambahan dan pengobatan bagi yang sakit. Upaya itu misalnya melalui program pemberian makanan pendamping air susu ibu dan pemberian makanan tambahan bagi anak balita. Sebab, kalau sudah gizi buruk, tindakan paling nyata adalah memberi anak balita makanan bergizi seperti susu, telur dan lainnya secara teratur.

Kita perlu segera berupaya mengefektifkan pemantauan kasus di lapangan dan penanganan terhadap pasien yang ditemukan. Upaya lain adala mengintensifkan aktivitas di pos pelayanan terpadu dan para kader serta menghidupkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi sehingga kasus yang terjadi dapat dideteksi secara dini.

Pemprov DKI harus segera mengaktifkan kembali Tim Pangan dan Gizi Daerah dan Dewan Pangan dan Gizi yang bekerja secara lintas instansi.

Faktor penyebab munculnya kasus busung lapar di berbagai daerah tidak tunggal yang kemudian bermuara pada sistem tidak kondusif. Karena itu, intervensi juga harus menyeluruh, mulai dari sosial, budaya, desentralisasi hingga sistem pengaman untuk penduduk miskin dengan komitmen penuh pemerintah pusat dan daerah secara berkelanjutan.


Intervensi harus segera dilakukan karena gizi buruk, terutama pada anak-anak usia dibawah 5 tahun (balita) akan berdampak pada perkembangan otak. Kalaupun kemudian kondisi bisa diatasi dan kekurangan gizi ini tertutupi, masih ada gangguan inteligensia yang tersisa yang berpotensi merugikan masyarakat secara keseluruhan.


Busung lapar itu tidak terjadi mendadak, tetapi melalui proses panjang. Memang selama ini kasus busung lapar terkesan ditutup-tutupi dan kurang adanya pemantauan yang berkelanjutan dari Dinas Kesehatan setempat.



VISI, MISI dan TUJUAN


Berdasarkan visinya, CM ingin menjadi saksi penuh simpati dengan memfasilitasi tumbuhkembangnya proses penyadaran, solidaritas dan swadaya komunitas-komunitas basis anak, remaja dan warga pinggiran Bukit Duri bantaran Sungai Ciliwung, sebagai gerakan kebudayaan masyarakat yang menghormati martabat dan hak-hak asasi manusia secara merdeka dan otonom.



Berdasarkan misinya, CM mengutamakan pembangunan survival system (sistem tata-bangkit) kehidupan dari masyarakat sektor informal yang tinggal diantara rel kereta api dan bantaran Sungai Ciliwung ini, terutama dalam bidang: (1) Pembangunan sistem pendidikan alternatif masyarakat, terutama anak dan remaja; (2) pembangunan (fisik dan non-fisik) sistem lingkungan/hunian/tempat tinggal; (3) pembangunan sistem swadaya ekonomi untuk penciptaan kesempatan kerja; (4) pembangunan sistem kesehatan masyarakat.



Berdasarkan tujuannya, dengan seluruh geraknya, CM bertujuan membantu proses dinamisasi warga dalam membangun Kampung Bukit Duri bantaran Sungai Ciliwung secara bersama-sama menjadi sebuah "Perkampungan Rakyat Alternatif", sebuah komunitas basis warga masyarakat yang terbuka, kreatif dan mandiri di lingkungan masyarakat miskin urban kota Jakarta. Hal ini dilakukan dengan cara :

  • Melakukan pendampingan artikulatif, pembelaan dan perlindungan hak asasi masyarakat pinggiran di Bukit Duri;

  • Membantu mengembangkan potensi masyarakat pinggiran Bukit Duri menjadi anggota dan komunitas masyarakat yang cerdas, percaya diri, kritis, kreatif, solider dan mandiri melalui latihan berekspresi dan mengartikulasikan diri secara otonom dan bebas;

  • Melatih dan mengembangkan kemampuan berorganisasi secara profesional dan mandiri;

  • Menumbuhkan kesadaran publik, kepekaan, swadaya dan tanggungjawab dikalangan masyarakat miskin urban Bukit Duri dalam masalah pendidikan, kesempatan kerja, kesehatan dan lingkungan hidup;

  • Melatih keterbukaan, kepekaan, solidaritas dan tanggungjawab terhadap sesama tanpa membedakan latar belakang asal-usul, etnis dan golongan.

RENCANA PROGRAM

Proyek CM berjangka waktu 1 tahun di RT 05, 06, 07, 08 RW 12 di Bukit Duri dan RT 10 RW 3 di Kampung Pulo, di pinggir kali seberang Sanggar Ciliwung ini membutuhkan program-program :

  1. Untuk proyek "Perbaikan Gizi", "Air Bersih" dan "Lingkungan Hidup Sehat" warga Bukit Duri dan sebagian Kampung Pulo ini dibutuhkan pembelian tanah dan pembangunan sebuah induk RUMAH SEHAT CILIWUNG MERDEKA (RSCM) yang berlokasi di RW 12 (bisa di RT 06, 07 atau 08).

  2. Untuk program perbaikan gizi terutama pada anak-anak, secara konkret dibutuhkan pembangunan posyandu-posyandu di setiap RT dan yang penting adalah bagaimana membuat posyandu-posyandu itu berfungsi secara efektif dan maksimal.

  3. Untuk program perbaikan kualitas air minum dan MCK, secara konkret dibutuhkan di setiap RT 2 buah sumur dan 2 MCK warga, plus yang penting juga adalah 2 buah "water purifier" (mesin penjernih air) ukuran sedang di setiap RT, yang masing-masing bisa mengakomodasi 10 KK untuk dipelihara dan dikelola warga secara mandiri.

  4. Untuk perbaikan sistem lingkungan hidup sehat, artinya membangun sistem kebersihan lingkungan melalui manajemen pengolahan sampah, mulai dari alur pengambilan sampah rumah tangga (penyediaan 2 macam tong sampah di tiap KK), 2 buah tempat pengumpulan sampah sementara di setiap RT, penyewaan 2 bidang lahan pengolahan sampah dan pembangunan rumah produksi kompos di dekat pasar tradisional RT 11 dan di Kampung Pulo di pinggir kali samping sanggar, pembelian 2 mesin pencacah sampah pembuat kompos berukuran besar, pembuatan jembatan getek tarik penghubung Bukit Duri dan Kampung Pulo. Tentu saja untuk biaya tenaga kerja warganya, kita juga butuh biaya fasilitas transportasi dan biaya operasional untuk pemasaran komposnya.

  5. Untuk perencanaan, programming, sistem monitoring dan evaluasinya yang melibatkan seluruh warga Bukit Duri dan Kampung Pulo, dibutuhkan pertemuan-pertemuan warga (Forum Warga dan Tim Wakil Warga) secara periodik minimal sebulan sekali dan 2 minggu sekali di tingkat staf tim terpadu CM.

  6. Untuk program konsientisasi, sosialisasi dan kampanye publik, dengan maksud agar dampak bias dari "pilot project" ini menyentuh kesadaran semua lapisan masyarakat bukan hanya di Bukit Duri dan Kampung Pulo saja, kami membutuhkan pendanaan untuk pendayagunaan sarana-sarana audio-visual (pembuatan dan penyebaran film dokumenter, leaflet, buku, dlsb); juga serangkaian workshop, pelatihan-pelatihan, studi banding, mengundang para ahli yang berpengalaman di bidang perbaikan gizi, air bersih dan lingkungan hidup sehat.

  7. Sumber Daya Manusia : untuk mewujudkan semua rencana ini, selain maksimalisasi kesiapan sistem organisasi warga Bukit Duri dan CM sendiri, khususnya tenaga personil dari pihak warga dan staf CM yang sudah ada, CM masih perlu merekrut setidaknya 4 tenaga profesional baru (kontrak 1 tahun), yaitu : 1 tenaga sekretaris (strata 1), 1 tenaga pendataan (strata 1), 1 tenaga teknik/manajemen lingkungan (strata 1) dan 1 tenaga kesehatan dokter/perawat/apoteker (strata 1).

Setelah 1 tahun proyek ini berjalan, kemajuannya harus tampak dalam wujud hasil-hasil yang nyata (setiap 2 bulan 1x akan ada monitoring dan progress report), meskipun tujuan pendidikan/didaktis warga tetap menjadi tekanan utama, bukan melulu perkembangan fisik.


BEBERAPA CATATAN

  • Rumah Sehat Ciliwung Merdeka (RSCM) pada dasarnya merupakan kristalisasi atau bahkan pengembangan dari kegiatan Mobile Clinic Korban Banjir Ciliwung Merdeka (MCKB-CM). Dua minggu pertama sejak awal banjir, Posko Bantuan Kemanusiaan Korban Banjir Ciliwung Merdeka telah mendatangi dan memberikan bantuan logistik dan evakuasi di 39 titik banjir di Jatabek, lalu kemudian diprioritaskan untuk memberikan bantuan lebih bagi komunitas-komunitas warga korban banjir di perkampungan miskin yang belum banyak tersentuh bantuan, terutama bantuan medis, seperti di wilayah Cakung-Cilincing, Teluk Gong, Poncol-Kampung Pulo, Pedongkelan, Penas, Rawa Buaya. Untuk tujuan itu CM berusaha memperbaiki sistem pelayanan medisnya yang selama ini masih bersifat spontandan sporadik, dengan bentuk dan cara yang lebih profesional, konseptual dan sistematik. Dengan dukungan 13 tenaga dokter dan 4 paramedis, CM tengah membangun MOBILE CLINIC KORBAN BANJIR di Jl. Matraman 31 - Jakarta Timur, dengan armada 4 mobil ambulans pinjaman (2 untuk pelayanan kesehatan umum, 2 untuk pelayanan kesehatan khusus bagi ibu, anak-anak dan lanjut usia). Tentu saja sebelum tim MCKB-CM mendatangi lokasi, tim pendataan dibantu tim evakuasi, tim logistik dan tim medis melakukan "need assessment" dan persiapan pengorganisasian sederhana lebih dahulu dengan mendata lingkungan demografis, kondisi sosial-ekonomi, kondisi umum kesehatan warga komunitas miskin yang akan didatangi (sejauh ini sudah menjangkau 5 lokasi). Berdasarkan hasil pendataan itulah kita membeli obat-obatan dan peralatan medis yang dibutuhkan dan set up ruangan-ruangan klinik MCKB-CM di Jl. Matraman 31-Jakarta Timur. Seluruh sisa fasilitas yang selama ini ada di MCKB-CM inilah yang akan dipindahkan ke RSCM.
  • Lokasi. Kami masih mencari lokasi untuk pendirian RSCM untuk dibeli dengan status sebagai tanah girik di bantaran Kali Ciliwung Bukit Duri di RT 06, 07, 08 atau 09, dengan ukuran lebar depan 7 meter, panjang ke belakang 8 meter dan lebar di belakang 8 meter. Tetapi perlu dipertegas lagi mengenai surat-suratnya supaya jelas status kepemilikan tanah dan tidak menimbulkan efek samping nantinya.
  • Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Posyandu adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Kegiatannya meliputi pemantauan tumbuhkembang bayi dan balita vaksinasi, pemberian makanan tambahan dan penyuluhan. Kegiatanini terutama dilaksanakan ole kader-kader kesehatan yang ada di masyarakat. Yang perlu dilakukan saat ini adalah pendirian dan revitalisasi posyandu di setiap RT, seperti yang telah dilaksanakan di Sanggar Ciliwung selama ini. Oleh karena itu kita perlu mengadakan kerjasama dengan NGO (sheep/world relief/world vision) dan pihak pemerintah yang telah berpengalaman dan telah bekerja untuk revitalisasi posyandu, dalam rangka menimba ilmu dan mengadaptasi program (studi banding).
  • Pelayanan pengobatan. Pelayanan harus mulai lebih diintensifkan untuk anak-anak dan kaum ibu di Bukit Duri dan Kampung Pulo pinggir kali. Selain terapi medis oleh dokter juga akan ditambah dengan pengobatan akupunktur (selama tenaga tersedia). Saat ini akan dilakukan metode door to door, dengan tujuan untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat sambil melihat masalah-masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat, yang pada nantinya dapat digunakan sebagai masukan untuk mengadakan suatu program kesehatan.
  • Kesehatan Lingkungan. Selain pengobatan perlu juga dilakukan pemeliharaan kesehatan lingkungan, karena sifatnya saling menunjang dengan kesehatan masyarakat. Pembuatan tempat-tempat sampah dari sisa kayu bangunan yang nantinya bisa dibagikan ke rumah-rumah penduduk apabila sudah selesai dibangun. "Water sanitation" perlu dicari kemungkinan kerjasama dengan LSM-LSM yang bekerja dibidang sanitasi air. Sangat penting memeriksakan air tanah di pinggiran Sungai Ciliwung ini (analisis air) ke instansi yang kompeten. Siapa tahu air di wilayah perkampungan ini belum memenuhi standar air minum, karena ada beberapa zat yang berada diatas ambang batas, untuk parameter Nitrat (0,66 mg/l) (50), kesadahan CaCO3 (501,60 mg/l (500), Chlorida (392,06 mg/l (250), dan Mangan 0,56 mg/l (0,1).
  • Health Education. Berupa penyuluhan-penyuluhan yang dilaksanakan di forum-forum warga dengan topik-topik yang disesuaikan dengan kelompok sasaran.
  • UKS, bekerjasama dengan divisi pendidikan akan melaksanakan pelatihan dokter cilik dan pembinaan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
  • Human Resources. Akan dicari tambahan 1 oran gtenaga kesehatan kontrak selama 1 tahun, bisa seorang dokter/perawat atau apoteker strata 1. Khusus untuk dokter, perlu dicarikan jalan agar dapat dianggap sebagai suatu PTT, karena hal tersebut merupakan tambahan point bagi dokter tersebut dan menjadi salah satu faktor penarik.
  • Perlengkapan. Sudah ada persediaan yang merupakan bantuan yang saat ini masih tersimpan dengan baik di rumah Mobile Clinic, tetapi masih perlu ditambahkan beberapa item yang kurang dan perlu sekali disediakan di sebuah klinik.
  • Kerjasama. Ada kemungkinan melalui Mobile Clinic CM untuk mengadakan kerjasama dengan rumah sakit-rumah sakit di Jakarta, sekitar Bukit Duri sebagai rujukan (dalam hal ini St.Carolus dan RSCM), tetapi perlu diadakan perbincangan lebih lanjut dengan pihak rumah sakit-rumah sakit itu tentang hal ini.
  • Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Kita harus membina hubungan baik dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas terdekat, yaitu Puskesmas Bukit Duri dalam kaitan dengan program-program kerja RSCM kedepan.
























No comments: