oleh : B. Stephanie Iriana Pasaribu
Ketika pertama berjumpa dengan anak-anak pinggiran di bantaran kali Sungai Ciliwung, saya membawa ‘label’ bahwa mereka adalah anak-anak yang kurang bahagia: bahwa mereka pasti merasa ‘dunia’ mereka terkoyak-koyak tanpa harapan, bahwa mereka pasti merasa hidupnya tidak bermakna, dan memiliki perasaan kosong yang mendalam dalam dirinya. Namun, anak-anak yang saya temui itu ternyata jauh berbeda dari gambaran tersebut, mereka tidak mengekspresikan perasaan-perasaan itu. Sebaliknya, mereka sangat bahagia, bersemangat untuk belajar hal-hal baru, dan menikmati setiap apa yang mereka miliki sepenuh hati. ‘Temuan’ pertama saya tentang mereka kemudian membuka horizon yang baru dan menantang saya untuk tidak begitu saja percaya akan stigma-stigma negatif tentang mereka.
Dengan berinteraksi bersama mereka, saya belajar tentang kompleksitas menjadi seorang anak: bahwa menjadi anak tidaklah mudah. Mereka tidak secara otomatis bebas dari tanggungjawab-tanggungjawab yang besar (tanggungjawab atas diri orang lain), mereka tidak melulu mengisi waktu mereka dengan bermain dan belajar, yang secara umum dipandang sebagai aktivitas utama anak-anak. Namun kenyataannya, seringkali mereka harus memainkan peran sebagai orang dewasa yang seharusnya mampu mengatur dirinya sendiri, yang mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, atau pun yang mampu mengetahui dan mengekspresikan apa yang mereka inginkan dan rasakan dengan jelas.
Anak-anak pinggiran, menurut saya adalah anak-anak yang istimewa. Meskipun mereka ‘terperangkap’ dalam situasi yang penuh beban dan keterbatasan namun respon mereka tidaklah kekanak-kanakan, dan itu sangat mengagumkan. Dengan segala karakteristik mereka yang mempesona dan juga melelahkan, mereka menunjukkan resiliency yang luar biasa: kemenangan atas segala kemalangan.
Hidup dalam situasi yang penuh dengan keterbatasan, namun disertai sikap yang penuh harapan dan rasa syukur adalah hal utama yang saya pelajari dari anak-anak pinggiran. Kemampuan mereka untuk menemukan kesempatan dari sesuatu yang tampaknya mustahil, untuk menikmati apa yang ada dengan hati yang riang, senantiasa melahirkan suatu harapan.
Festival Budaya dan Temu Rasa Anak Pinggiran ini adalah pesta untuk mereka. Pesta besar untuk merayakan kemerdekaan dan keberanian mereka menempuh hidup yang penuh himpitan dan ketidakpastian, namun tetap dijalani dengan penuh harapan dan rasa syukur. Dengan segala kemampuan itu, pantaslah jika kita mengatakan: yang kecil, yang berbahagia!
Selamat berpesta teman-teman, selamat berpesta! You really deserve it!
Wednesday, July 18, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment