Salam solidaritas !
Adalah sebuah kehormatan bagi kami, Gerbong Rakyat dan Rumah KITA, mewakili komunitas anak pinggiran dalam pembukaan Festival Budaya Anak Pinggiran; Ekspresi Anak Pinggiran, Perjuangan Melawan Keterbatasan. Terima kasih dan penghargaan yang tulus kami sampaikan kepada Sanggar Ciliwung yang telah memberanikan diri untuk mengumpulkan kembali komunitas-komunitas anak pinggiran yang terserak dalam kerja-kerjanya masing-masing di wilayah Jabodetabek. Salam hangat dan jabat erat kami sampaikan untuk kawan-kawan komunitas anak pinggiran yang hadir dan berperan serta dalam festival ini.Anak Pinggiran dan keterbatasan adalah dua hal yang menyatu seperti sol dan sepatu. Anak-anak pinggiran yang berwajah anak jalanan, anak miskin perkotaan, anak miskin pedesaan, anak yang dipekerjakan, anak korban eksploitasi seksual, anak yang diperdagangkan, anak korban konflik, dan anak-anak dengan kemampuan berbeda secara nyata ada dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tetapi kehadirannya selalu disangkal, dianggap sampah, dan yang lebih parah dicap sebagai penyakit sosial yang harus dimusnahkan. Penyangkalan ini mewujud pada berbagai usaha untuk mengusir, menggusur, dan membatasi akses mereka atas penghidupan layak, pendidikan, kesehatan, rasa aman, kebebasan berpendapat dan berkumpul. Hal-hal yang seharusnya didapatkan oleh setiap anak di belahan bumi manapun karena itu adalah hak yang melekat.Mereka tidak meminta dilahirkan demikian. Mereka lahir dari rahim kemiskinan. Mereka adalah ampas pembangunan-isme yang telah membius Indonesia dan banyak negara dunia ketiga selama berpuluh tahun. Tetapi selalu saja anak-anak pinggiran dipersalahkan, dianggap malas, nakal, dan mengganggu ketertiban. Tidak ada usaha tulus untuk merangkul mereka keluar dari keterbatasan. Yang ada hanya proyek-proyek yang dikerjakan setengah hati. Keterbatasan dan keterpinggiran bukanlah takdir dan nasib yang datang begitu saja. Keterbatasan dan keterpinggiran adalah akibat budaya global dan struktur pembangunan yang tidak adil dan memiskinkan. Keterbatasan dan keterpinggiran hanya bisa diselesaikan dengan merombak cara pandang dan struktur yang lebih adil untuk semua orang.
Saat ini, kita tidak bisa berharap keadilan tersaji seketika di depan mata. Hak harus dituntut, kesempatan harus direbut, bukan dengan kekerasan tapi dengan cara yang bermartabat. Festival Budaya Anak Pinggiran menjadi pembuktian bahwa anak-anak pinggiran adalah manusia-manusia cerdas, kreatif, dan penuh potensi yang siap memimpin Indonesia menjadi bangsa merdeka dan bermartabat. Festival ini bukan perayaan hura-hura tanpa makna tetapi menjadi langkah awal bagi komunitas anak pinggiran untuk bergandeng tangan dan merapatkan barisan merebut hak yang telah sekian lama terenggut.
Mari kita eratkan buhul solidaritas yang kembali terjalin, dan JAYALAH ANAK PINGGIRAN INDONESIA!
No comments:
Post a Comment